Dari berbagai sumber daya yang telah di telusuri dan digali asal usul Desa Pangkal beserta dukuh – dukuh yang ada di Desa Pangkal memiliki banyak versi cerita yang variatif, pada zaman dahulu kala dimana manusia belum mengenal Pendidikan dan Peradaban, secara umum masyarakat belum bisa membaca dan menulis, bahkan agamapun mereka belum memahami secara benar, aktifitas mereka sehari – hari keladang, kesawah, kehutan untuk mencari kebutuhan Hidup, Begitulah kehidupan mereka sehari – hari tanpa ada perubahan.
Dimulai Pada tahun 1741 M -1743 M telah terjadi perang antara orang Cina dan Keraton Kartosuro yang kemudian dikenal dengan nama perang “Pecinan”. pada saat itu Kraton Kartosuro dipimpin oleh Pakubuwono II. Pada perang tersebut Pakubuwono II mengalami kekalahan, sehingga membuat Pakubuwono II serta abdi dalem terpaksa pergi meninggalkan Keraton Kartosuro ke arah timur.
Dalam perjalanan ke arah timur sampailah beliau ke “Kadipaten Wengker” yang sekarang menjadi “Kabupaten Ponorogo”. Dari sanalah beliau mendapatkan kabar bahwa kakak kandung beliau yaitu Sultan Pakubuwono I berada di timur wilayah Wengker yang sedang bersemedi di suatu gunung, sehingga Pakubuwono II yang bergelar “Sultan kumbul” meneruskan perjalanan dari wengker atau Ponorogo menuju ke timur sembari menemukan kakak kandungnya yang bergelar “Eyang Joyo Kalipo”. Pada suatu ketika dalam perjalanannya, Raden Sunan Kumbul sampai di suatu tempat yang tumbuh pohon sawo besar dan rindang, lalu beliau beristirahat dan menetap di sana sembari bersemedi mencari petunjuk keberadaan “Eyang Joyo Kalipo”. Tempat tersebut sekarang dinamakan “Petilasan Sunan Kumbul” dan menjadi asal muasal dinamakan dengan “Desa sawo”.
Dalam perjalanan mencari Eyang Joyo Kalipo, Beliau meneruskan perjalanannya lagi ke arah timur hingga sampailah ia di suatu tempat yang kanan dan kirinya terdapat tebing batu seperti “Lumpang” ( Penumbuk padi ) sambil berkata “Suk lek enek rejane jaman panggonan iki tak jenengne nglumpang”. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di suatu perigi atau blumbang yang cukup besar dan memiliki air yang jernih, sehingga beliau beristirahat di dekat prigi tersebut untuk mandi dan melakukan ibadah disana. Dan beliau mengutus salah satu abdi dalem untuk bertempat di daerah prigi atau blumbang tersebut untuk menunggu serta merawat blumbang tersebut, yang selanjutnya abdi dalem tersebut diberi gelar “Eyang Palang” dan menjadi lurah pertama “Desa Pangkal”.
Setelah beberapa saat tinggal di blumbang tersebut, Sunan Kumbul meneruskan perjalanan kembali. Dalam perjalanannya beliau menemukan daerah yang banyak ditumbuhi pohon kelapa atau “krambil” maka beliau juga berkata “enek rejane jaman panggonan Iki jenenge Krambil” sehingga sekarang menjadi Dukuh Krambil.
Setelah itu Sunan Kumbul yaitu Sultan Pakubuwono II meneruskan perjalanan kembali, karena jalan yang sangat sulit disebabkan oleh tebing-tebing yang curam, beliau merasa lelah dan beristirahat di suatu tempat yang lapang untuk sekedar melepas lelah atau “ngaso leren” sehingga sekarang menjadi nama tempat “Suren (Ngaso Leren)”. Walaupun sudah beristirahat beberapa saat, belum juga hilang rasa lelah sehingga Sunan Kumbul memutuskan untuk kembali ke tempat semula yakni di bawah pohon sawo yang menjadi tempat persemedian beliau sembari berkata “sok yen enek rejane jaman panggonan iki tak jenenge deso Pangkal” yang menjadi penjelasan tempat berpangkal perjalanan beliau kembali.
Begitulah asal usul Desa Pangkal yang sampai saat ini diketahui dari beberapa sumber dan bukti petilasan yang ada, sehingga hari berganti hari tahun berganti tahun jadilah seperti sekarang ini Desa Pangkal, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo.